DPRK Aceh Utara Jadi Motor Penggerak Harmonisasi Qanun Pajak untuk Kemandirian Daerah

Aceh Utara | Advertorial — Dalam semangat membangun tata kelola keuangan daerah yang berdaya saing dan transparan, Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Utara bersama Pemerintah Kabupaten Aceh Utara melaksanakan rapat penting guna membahas harmonisasi Qanun Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Kegiatan yang berlangsung pada Rabu, 25 Juni 2025, pukul 10.00 WIB, di ruang paripurna DPRK Aceh Utara ini menjadi momentum penting bagi kedua lembaga untuk menyelaraskan kebijakan fiskal daerah dengan regulasi nasional yang berlaku. Harmonisasi ini dipandang sebagai bagian strategis dalam mendorong pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sekaligus memperkuat fondasi hukum daerah dalam menghadapi dinamika sistem perpajakan nasional.

Rapat Strategis yang Hadirkan Pemangku Kepentingan Kunci

Rapat koordinasi lintas sektor tersebut dihadiri oleh sejumlah tokoh penting dari unsur legislatif maupun eksekutif. Dari jajaran DPRK Aceh Utara hadir Wakil Ketua DPRK Aidil Habibi, Ketua Badan Legislasi DPRK Mawardi M, serta anggota Komisi III. Sementara dari jajaran Pemerintah Kabupaten Aceh Utara hadir Asisten I Sekretariat Daerah Fauzan, Kepala BPKD Nazar Hidayat, Kadisporapar M. Nasir, Direktur RSUD Cut Meutia, dan Kabid Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan, Samsul Bahri.

Pertemuan ini bukan hanya sebagai forum koordinasi teknis, tetapi menjadi wujud komitmen bersama dalam memperkuat sistem tata kelola pendapatan yang berbasis pada prinsip keadilan fiskal, transparansi, dan efisiensi.

Visi Besar Membangun Sistem Perpajakan Daerah yang Modern

Dalam sambutannya, Mawardi M, selaku Ketua Badan Legislasi DPRK Aceh Utara, menegaskan bahwa harmonisasi qanun ini merupakan tindak lanjut dari evaluasi yang dilakukan oleh pemerintah pusat, khususnya oleh Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri. Penyesuaian tersebut bertujuan untuk memastikan bahwa regulasi di tingkat daerah tidak bertentangan, bahkan sejalan, dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).

Menurut Mawardi, ada lebih dari 15 poin penting dalam qanun yang harus disesuaikan, mulai dari pengklasifikasian objek pajak, sistem penghitungan, hingga prosedur pemungutan dan pelaporan.

“Ini bukan sekadar revisi administratif. Kita sedang membangun sistem perpajakan daerah yang kokoh, adil, dan transparan. Setiap perubahan membawa semangat pembaruan demi kemajuan Aceh Utara,” ujarnya.

Distribusi Pajak Kendaraan Bermotor Lebih Proporsional

Salah satu perubahan mendasar yang dibahas dalam forum tersebut adalah revisi terhadap skema pembagian hasil pajak kendaraan bermotor. Berdasarkan kebijakan terbaru, pemerintah kabupaten/kota kini mendapatkan porsi sebesar 60% dari total pajak kendaraan bermotor, sementara provinsi memperoleh 30%.

Skema ini menjadi angin segar bagi daerah yang selama ini memiliki keterbatasan fiskal, khususnya dalam menjalankan program-program pembangunan yang menyentuh langsung kepentingan masyarakat.

“Dengan porsi yang lebih besar, Aceh Utara akan punya ruang fiskal yang lebih longgar untuk membiayai program prioritas. Ini bentuk penyelamatan potensi PAD yang selama ini belum maksimal,” ungkap Mawardi.

Pemkab Aceh Utara Siapkan Badan Baru Kelola PAD Secara Mandiri

Sebagai bentuk tindak lanjut nyata dari perbaikan sistem pengelolaan pendapatan, Pemerintah Kabupaten Aceh Utara tengah mempersiapkan pembentukan badan khusus yang akan fokus menangani urusan PAD. Badan ini rencananya akan mulai beroperasi pada tahun anggaran 2026, dan akan berdiri terpisah dari Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) yang selama ini mengelola keuangan daerah secara terintegrasi.

Langkah ini dinilai sebagai bagian dari visi besar Aceh Utara untuk membangun struktur kelembagaan yang lebih ramping, profesional, dan fokus.

“Badan ini akan menjadi ujung tombak dalam menggali potensi PAD daerah secara lebih sistematis. Kita ingin pendapatan daerah tidak hanya mengandalkan sektor konvensional, tetapi juga dari sumber-sumber baru yang berbasis digitalisasi dan inovasi,” tambah Mawardi.

Partisipasi Publik dan Media Jadi Pilar Pengawasan

Meski tidak membentuk tim pengawasan khusus, DPRK Aceh Utara tetap berkomitmen untuk menjaga keterbukaan dalam pelaksanaan qanun ini. Pengawasan akan tetap berjalan sesuai mekanisme normatif melalui jalur legislatif, namun partisipasi publik tetap menjadi instrumen utama dalam mengawal transparansi dan akuntabilitas.

“Kami percaya bahwa masyarakat dan media massa memiliki peran penting sebagai kontrol sosial. Ruang partisipasi akan terus kita buka seluas-luasnya,” tegas Mawardi.

Menjadikan Pajak Sebagai Gotong Royong Pembangunan

Perubahan qanun ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kontribusi pajak dalam pembangunan. Ketika sistem perpajakan daerah dirancang lebih adil dan transparan, masyarakat juga akan merasa yakin bahwa pajak yang mereka bayarkan digunakan untuk hal-hal yang benar dan bermanfaat.

Hal ini sejalan dengan semangat gotong royong yang telah menjadi bagian dari budaya Aceh sejak lama—dimana pembangunan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga seluruh elemen masyarakat.

Pondasi Ekonomi yang Lebih Kuat Menuju Aceh Utara Bangkit

Harmonisasi Qanun Pajak dan Retribusi Daerah merupakan langkah fundamental dalam memperkuat fondasi ekonomi lokal. Dengan sistem pengelolaan yang modern dan didukung regulasi yang responsif terhadap dinamika nasional, Pemerintah Kabupaten dan DPRK Aceh Utara berharap dapat menciptakan lompatan besar dalam peningkatan PAD, yang pada akhirnya berdampak pada kesejahteraan masyarakat secara luas.

“Aceh Utara Bangkit bukan sekadar slogan. Ia adalah semangat yang diwujudkan lewat kebijakan yang nyata, strategis, dan berpihak pada masa depan daerah,” pungkas Mawardi.(*)

Postingan Lama
Postingan Lebih Baru