Tangis Walmina dan Zulkifli Pecah Saat Jasad Anaknya Ditemukan Setelah 10 Hari Hilang



KabarOne.ID - Angin laut berembus lembut di perairan Lhokseumawe pagi itu, Selasa, 25 Februari 2025. Ombak berkejaran di permukaan air, seolah membawa pesan yang tak terlihat. Namun, di antara gemuruh lautan, ada kepedihan yang menggantung di udara. Seorang nelayan yang sedang melaut di perairan Pusong tiba-tiba menghentikan perahunya. Matanya menatap lurus ke arah sesuatu yang mengapung di kejauhan.

Tubuh kecil itu terombang-ambing di antara riak air, terbawa arus yang tak berperasaan. Nelayan itu mendekat dengan hati-hati, dadanya berdegup kencang. Dan saat ia melihat dengan lebih jelas, dunia seakan berhenti berputar. Seorang anak kecil, terbujur diam, tak lagi bernapas. Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk mengenali siapa bocah malang itu. Farhad, bocah lima tahun yang selama sepuluh hari terakhir hilang di Sungai Krueng Pasee, Aceh Utara, akhirnya ditemukan. Namun, bukan dalam keadaan yang diharapkan.

Duka yang Tak Terbayangkan

Di sebuah rumah kecil di Gampong Mesjid, Teupin Punti, Kecamatan Syamtalira Aron, tangis dan kepedihan menggema. Berita yang paling ditakuti akhirnya sampai ke telinga kedua orang tuanya, Walmina dan Zulkifli. Sejak Farhad menghilang, mereka tidak pernah berhenti berharap, tidak pernah lelah berdoa. Namun, harapan itu kini luruh dalam sekejap.

"Farhad… anakku…" suara Walmina lirih, hampir tak terdengar.

Saat jasad putranya tiba di rumah, tubuhnya langsung melemas. Ia jatuh bersimpuh, meraih tubuh kecil itu dalam dekapan terakhirnya. Tangisannya pecah, mengguncang seluruh ruangan, membuat setiap orang yang hadir tak mampu menahan air mata.

Zulkifli, sang ayah, yang selama ini berusaha tegar di hadapan semua orang, akhirnya tak mampu lagi menahan kesedihan. Ia berjongkok di samping tubuh anaknya, mengelus lembut kepala kecil itu yang kini tak lagi bergerak.

“Nak, kita sudah mencarimu ke mana-mana… kenapa harus sejauh ini engkau pergi?” ucapnya dengan suara bergetar.

Tetangga dan kerabat yang berdatangan hanya bisa menunduk, larut dalam duka yang begitu dalam. Seorang ibu berusaha menenangkan Walmina, memeluknya erat, tetapi tangis perempuan itu tak bisa dihentikan.

Pencarian yang Panjang dan Penuh Harapan

Sejak hari pertama Farhad tenggelam, pencarian tak pernah berhenti. Tim SAR, warga, dan para nelayan bekerja tanpa lelah, menelusuri setiap sudut sungai, berharap menemukan bocah itu dalam keadaan selamat. Harapan sempat muncul ketika beberapa jejak kecil ditemukan di tepian sungai, tetapi waktu terus berjalan tanpa hasil.

Hari demi hari berlalu, dan malam-malam panjang dilewati dalam doa yang tak putus. Namun, alam berkata lain. Arus sungai yang deras telah menyeret tubuh kecil itu sejauh lima mil, membawanya ke laut lepas, menjauh dari dekapan orang-orang yang mencintainya.

Keikhlasan di Tengah Luka

Ketika matahari mulai turun ke ufuk barat, keluarga bersiap mengantarkan Farhad ke tempat peristirahatan terakhirnya. Dengan isak tangis, mereka mengiringi jenazahnya ke pemakaman desa.

Di atas pusara yang masih basah, Walmina berlutut, meraba tanah yang baru saja ditimbun. Tangannya gemetar, air matanya jatuh membasahi tanah itu.

“Tidurlah dengan tenang, Nak… Ibu ikhlas… meski hati ini tak akan pernah sama lagi.”

Zulkifli berdiri di sampingnya, menatap langit yang mulai gelap. Ada luka yang tak akan sembuh, ada kehilangan yang tak tergantikan. Namun, dalam keheningan itu, ada satu hal yang pasti—cinta mereka untuk Farhad akan selalu hidup, selama-lamanya.(*)

Postingan Lama
Postingan Lebih Baru