Mengapa Etnis Rohingya Sering Memilih Aceh sebagai Lokasi Transit?
![]() |
Pengungsi Rohingya berdiri di atas perahu mereka yang terbalik sebelum diselamatkan di perairan Aceh Barat, Indonesia, beberapa waktu lalu, Kamis, 21 Maret 2024. (Foto : AP Photo/Reza Saifullah) |
KabarOne.ID | Aceh – Dalam beberapa tahun terakhir, Aceh telah menjadi salah satu lokasi utama bagi pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar. Setiap tahun, ratusan hingga ribuan pengungsi tiba di pesisir Aceh, sering kali dalam kondisi mengenaskan setelah berbulan-bulan terombang-ambing di laut. Namun, mengapa Aceh menjadi pilihan utama bagi mereka?
Aceh terletak di ujung barat Indonesia, berdekatan dengan jalur pelarian utama yang digunakan oleh pengungsi Rohingya. Sebagian besar dari mereka berangkat dari kamp pengungsian di Bangladesh dengan perahu, berharap mencapai Malaysia, yang dianggap menawarkan peluang kerja yang lebih baik. Namun, karena berbagai kendala, banyak dari mereka akhirnya terdampar di Aceh sebagai lokasi transit sebelum melanjutkan perjalanan.
Mayoritas penduduk Aceh beragama Islam, sama seperti etnis Rohingya. Hal ini membuat pengungsi merasa lebih diterima di Aceh dibanding tempat lain. Warga Aceh memiliki tradisi panjang dalam membantu sesama Muslim yang mengalami kesulitan, termasuk saat gelombang pertama pengungsi Rohingya tiba pada tahun 2015. Banyak masyarakat Aceh yang memberikan bantuan makanan, tempat tinggal, dan perlindungan sementara bagi mereka.
Meskipun Indonesia bukan negara yang menandatangani Konvensi Pengungsi 1951, pemerintah sering kali memberikan toleransi kepada para pengungsi Rohingya. UNHCR (Badan Pengungsi PBB) juga bekerja sama dengan pemerintah dan masyarakat Aceh untuk menangani pengungsi yang datang. Namun, banyak dari mereka yang tetap ingin meninggalkan Aceh dan menuju negara lain.
Beberapa laporan menunjukkan bahwa sindikat perdagangan manusia berperan dalam mengarahkan pengungsi Rohingya ke Aceh. Para pengungsi sering kali membayar sejumlah uang kepada agen yang menjanjikan perjalanan aman ke Malaysia atau negara lain. Namun, banyak dari mereka akhirnya justru terdampar di Aceh dan harus bertahan dalam kondisi sulit.
Banyak pengungsi Rohingya datang dari kamp-kamp di Cox’s Bazar, Bangladesh, yang kondisinya semakin memburuk. Kepadatan penduduk, kurangnya akses pendidikan, dan terbatasnya peluang ekonomi memaksa mereka untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Aceh menjadi salah satu tempat tujuan, meskipun hanya sebagai persinggahan sementara.
Meskipun pada awalnya mendapat simpati, kehadiran pengungsi Rohingya belakangan ini mulai menimbulkan ketegangan di beberapa wilayah Aceh. Beberapa warga menolak kehadiran mereka, khawatir akan dampak sosial dan ekonomi. Demonstrasi anti-Rohingya bahkan pernah terjadi, menunjukkan bahwa penerimaan terhadap pengungsi tidak lagi sekuat sebelumnya.
Namun, organisasi kemanusiaan dan pemerintah daerah terus berupaya mencari solusi agar para pengungsi dapat ditempatkan dengan layak dan diberikan kesempatan untuk melanjutkan perjalanan ke negara yang lebih siap menerima mereka.
Aceh menjadi lokasi transit utama bagi pengungsi Rohingya karena faktor geografis, solidaritas keagamaan, dan kebijakan humanis yang diterapkan oleh pemerintah serta masyarakatnya. Namun, tantangan sosial dan ekonomi membuat masa depan para pengungsi di Aceh masih belum pasti. Perlu ada koordinasi lebih lanjut antara pemerintah, organisasi internasional, dan negara-negara lain untuk mencari solusi jangka panjang bagi pengungsi Rohingya yang masih terdampar di Aceh.